KETIKA saya mengunjungi seorang kawan di Kota Tegal bulan lalu, saya melihat sebuah plat unik yang tertera di bawah nomor rumah kost-nya. Bertuliskan IJIN GANGGUAN dan berbahan seperti plat nomor rumah pada umumnya. Saya baru tahu kalau ada izin (Penulisan ijin keliru. Menurut KBBI yang benar adalah izin) semacam itu di Indonesia.
Se-googling dua googling mencari tahu, rupanya izin ini diajukan jikalau sang pemilik kediaman akan membuka usaha yang sekiranya berpotensi mengganggu lingkungan tempat tinggal sekitar. Caranya dengan meminta izin ke para tetangga sekitarnya. Ketika sudah mendapat izin dari tetangga, barulah permohonan itu akan diproses oleh pemerintah setempat. Kalau ada tetangga yang tidak setuju pihak pemerintah setempat akan bertanya. Jika alasannya jelas dan bisa diterima, maka penerbitan izin perlu ditinjau ulang. Jika alasan nya tidak jelas, izin tetap bisa diterbitkan.
Kebanyakan pemohon izin ini adalah pengusaha Usaha Kecil dan Menegah (biasanya industri rumahan). Lantaran berpotensi menghasilkan limbah hingga kebisingan pembuatan izin sangat diperlukan. Rumah kost juga tidak mendapat pengecualian. Kendati tidak menghasilkan limbah, kegaduhan dari para penghuni kost biasanya berpotensi mengganggu ketenangan lingkungan sekitar.
Sayang, dari pengalaman saya berpindah-pindah kost di Jatinangor (karena ada beberapa institusi pendidikan di kecamatan ini, ada banyak sekali rumah kost), tak pernah sekalipun saya melihat hal serupa. Satu-satunya 'campur tangan' pemerintah dalam urusan ini adalah pajak rumah sewa. Tak seperti Kota Tegal, Pemerintah Sumedang mungkin lebih peduli dengan uang yang bisa ditarik dari pengusaha rumah kost di Jatinangor ketimbang ketenangan warga dan lingkungan setempat.
Bandung, Desember 2011
No comments:
Post a Comment