.

14.12.11

Seputar Suster Ngesot dan Tendangan Spontan

JIKALAU ada sesosok menyeramkan tiba-tiba muncul di depan saya ketika keluar dari lift, saya mungkin akan melompat terkejut kemudian berlari sambil berteriak-teriak ketakutan. Saya juga mungkin terpaku di tempat saya berdiri atau mungkin juga cuma bisa menangis tersedu-sedu. Saya tidak tahu. Karena yang saya lakukan ketika terkejut namanya refleks. Tak ada yang bisa merencanakan refleksnya ketika terkejut. Pertanyaannya, apakah seseorang patut disalahkan akibat refleks yang ia lakukan?

Bagi Mega Tri Pratiwi jawaban dari pertanyaan diatas boleh jadi ya. Pasalnya pemudi berusia 20 tahun ini mendapatkan lebam di pelipis kiri dan satu gigi bawah patah akibat tendangan spontan yang dilayangkan oleh seorang petugas keamanan bernama Sunarya ketika melihat dirinya berdadan a la suster ngesot beberapa waktu lalu.

Alkisah, pada pada suatu malam pada 9 Desember yang lalu, Mega beserta teman-temannya merencanakan kejutan ulang tahun untuk seorang teman yang bernama Fitra Marhaly. Kejutannya dilakukan di Apartemen Galery Ciumbuleuit (Bandung) dimana Mega menjadi salah satu penghuni. Diputuskan, Mega akan menjadi suster ngesot yang nantinya akan menakut-nakuti sekaligus memberi kejutan kepada Fitra. Pukul 02.00, dini hari (10/12) berdandanlah Mega a la suster ngesot kemudian menunggu bersama beberapa temannya di depan lift lantai 17. 

Mega siap-siap berpose ngesot di depan lift sementara teman yang lain bersembunyi di depan tembok yang sejajar dengan pintu lift sehingga yang akan terlihat saat pintu terbuka hanyalah Mega. Teman-teman lainnya yang juga sudah tahu rencananya menggiring Fitra naik lift menuju lantai 17. Sesaat setelah pintu lift terbuka dan melihat sosok Mega, semua orang yang berada di dalam terkejut. Salah satunya, Sunarya, menendang Si suster ngesot dengan satu tendangan yang mengarah ke wajah Mega. Ia mengalami lebam di pelipis kiri dan kehilangan satu gigi bawahnya (patah). Mega juga dikabarkan sempat tak sadarkan diri. Buntut dari peristiwa ini, Sunarya dilaporkan ke Polisi atas tuduhan penganiayaan. 

Dalam rekaman video CCTV yang diterima polisi, terlihat beberapa orang yang ada di dalam lift terkejut setelah melihat sosok suster ngesot (Mega). Namun, berbeda dengan yang lain, Sunarya dalam hitungan detik dengan spontannya langsung menghujamkan tendangan kaki kanan ke arah sosok yang mengagetkan itu. 

Pada sebuah blog, seseorang yang mengaku Mega menceritakan kronologis peristiwa menurut versinya. Dalam post berjudul Moral Duty Requires Me To Call The Attention of Public orang itu menegaskan kalau Satpam yang ada di lift itu tahu kalau sosok suster ngesot yang ada di depan lift adalah manusia. Penulis yakin lantaran mendengar keterangan temannya (juga ada di dalam lift) yang mendengar Sunarya berkata, "Sini saya saja, ini sudah kejadian yang ke dua kali." 

"Refleks kah hal tersebut?," tulisnya kemudian. 

Jika tulisan dalam blog itu benar, mengapa penulis bisa menyimpulkan kalau Sunarya tahu hanya  dari kata-kata Sunarya yang berbunyi "Sini saya saja, ini sudah kejadian yang ke dua kali." Rasanya kata-kata itu belum mengindikasikan apapun. Jadi anggapan orang yang mengaku Mega itu kurang valid. 

Lalu apakah tindakan Sunarya itu disengaja? 

Untuk sengaja menendang suster ngesot, berarti ia perlu tahu kalau ada sesuatu di depan lift. Darimana ia tahu ada sesuatu di depan lift jikalau Mega dan kawan-kawan tidak pernah melaporkan akan melaksanakan kejutan dengan berdandan a la suster ngesot. Dari semua berita yang saya baca, manajemen apartemen juga mengakui tak ada koordinasi sebelumnya dari pihak Mega. Dalam blog itu pun (sekali lagi kalau isinya benar) tak tertuliskan kalau mereka pernah melaporkan kegiatan itu ke pihak apartemen.

Lantas apakah Sunarya masih patut disalahkan atas akibat buruk dari refleks yang ia lakukan?

Melihat video CCTV dalam lift itu, saya sedikitpun tak melihat unsur kesengajaan Sang Satpam. Kalaupun memang berniat menganiaya, masa cuma sekali tendang. jadi bukan pada tempatnya ia jadi tersangka utama. Selain itu, kalaupun ada niat menganiaya apa pula motif Sunarya? Karena itu, sayapun meyakini apa yang dilakukan Satpam itu hanya reaksi spontan biasa. 

Refleks sendiri adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera setelah adanya rangsang. Sebagai seorang petugas keamanan yang dilatih menghadapi hal-hal atau orang yang mengganggu keamanan, sudah sewajarnya kalau respon spontannya berupa pukulan atau tendangan. Apalagi stimulus adalah sosok menyeramkan yang muncul pada tengah malam.  

Meski begitu, bukan berarti Sunarya bisa melenggang begitu saja. Ia tetap harus minta maaf kepada Mega karena refleksnya mengakibatkan dara cantik ini harus lebam dan patah giginya.

Kalau memang Mega dan orang tua tetap melanjutkan kasus ini ke meja hijau nampaknya kurang bijaksana. Dilihat dari segi ini Mega hanya memikirkan dampak buruk yang menerpa  dirinya. Ia menafikkan kemungkinan-kemungkinan lain yang bakal terjadi jika yang di dalam lift bukan si Satpam.   

Agaknya Mega lupa, bahwa siapapun bisa saja ada di dalam lift itu. Meski dalam blog tadi diketahui bahwa lift yang digunakan merupakan lift barang yang tidak biasa digunakan penghuni, tapi bisa saja ada orang lain. Jika yang melihat suster ngesot itu anak kecil, bisa saja ia akan mengalami trauma seumur hidup tiap kali naik lift kelak. Atau juga, bisa saja ada seorang pengantar pizza yang menjatuhkan antarannya karena kaget. Atau lebih buruk lagi jika ada seorang nenek yang punya riwayat penyakit jantung yang melihat. Bisa-bisa ia akan terkena serangan jantung saat melihat ada suster ngesot di depannya.

Apakah Mega mau bertanggung jawab jika hal yang terakhir terjadi? Rasa-rasanya tidak. 

Sebenarnya kewajiban Mega hanyalah melaporkan kegiatan ini kepada pihak keamanan apartemen. Kemudian Mega akan mendapat hak untuk menjalankan kegiatannya (surprise) secara lancar dan semua senang. Namun jika tidak melapor satu gigi hilang. Jangan salahkan orang lain.     

Kalau tetap begitu, celaka nian orang yang hanya meminta haknya tanpa mau melakukan kewajiban. 

Bandung, Desember 2011


No comments: