ZAMAN sekarang melihat koran yang mempercantik versi digitalnya adalah pemandangan
yang jamak. Koran yang meningkatkan kolaborasinya dengan situs online miliknya juga merupakan
pemandangan yang tak kalah jamak. Namun jika melihat ada situs berita online yang menerbitkan koran, ini baru
pemandangan langka.
Pemandangan
langka itu bernama Inilah Koran.
Koran ini terbit perdana dua hari (1/11) yang lalu di Bandung. Saya terheran-heran saat pertama melihat koran ini di salah satu loper besar di
Jatinangor. Saya heran bukan karena namanya yang terkesan tidak serius, tapi
heran karena koran ini diterbitkan oleh sebuah grup media yang sebelumnya
sudah memiliki beberapa situs berita
online. Bagi yang belum tahu, Inilah
Koran diterbitkan oleh Inilah Media Group. Grup sama yang memiliki Inilah.com, Inilahjabar.com dan Jakartapress.com.
Ada
dua keputusan Inilah Media Group yang belum bisa dicerna oleh logika saya.
Pertama, keputusannya terjun ke bisnis koran setelah beberapa tahun established di dunia media online. Kedua, adalah keputusannya
menerbitkan koran ini di Bandung.
Untuk
yang pertama, rasa-rasanya semua orang sudah tahu kalau bisnis koran dalam
beberapa tahun belakangan mengalami kemorosotan tiras penjualan. Tak perlu jadi
Jakob Oetama untuk tahu kalau media cetak kian hari kian ngos-ngosan meladeni persaingan dengan media-media berita yang
memanfaatkan jaringan internet (media online).
Sudah
setahun ini saya pun lebih gemar membaca berita dari situs berita online ketimbang media cetak. Alasannya
standar, karena saya bisa membaca banyak berita dalam waktu yang relatif
singkat. Saya bisa read less tapi know more. Sayang, akibat kebiasaan baru
ini saya jadi semakin jarang membeli koran. Sadar tidak sadar ada banyak orang, termasuk saya, jadi salah satu penyebab tiras penjualan koran yang kian hari kian terjun
bebas.
Agar bisa bertahan dari ‘persaingan’,
kebanyakan koran kini memiliki versi digital. Bisa diperoleh di situs berita
milik mereka ataupun diunduh dengan aplikasi-aplikasi mobile yang tersedia di pasaran. Semua dilakukan agar
pembaca-pembaca seperti saya, yang haus kemudahan, bisa memperoleh akses ke
versi digital koran bersangkutan. Karena itu, tak ada lagi alasan kalau membaca
berita di situs online lebih mudah
ketimbang baca koran.
Dilihat dari sudut itu, mengembangkan unit usaha yang sudah established (Inilah.com, Inilahjabar.com dan Jakartapress.com) rasa-rasanya lebih realistis ketimbang memulai dari nol unit usaha baru di bidang media cetak. Maka tak salah kalau saya berpandangan ada baiknya Inilah Media Group memfokuskan sumber daya untuk news portal milik mereka.
Keputusan Inilah Koran terbit di Bandung juga membuat saya heran. Pasalnya
persaingan bisnis koran di Bandung boleh dibilang sengit dan cukup angker. Bagi pembaca kelas menengah
hingga atas, Pikiran Rakyat sudah
bercokol sejak puluhan tahun yang lalu. Posisinya pun konon tak bisa digeser
oleh koran manapun. Bahkan oleh koran sekelas Kompas sekalipun. Kompas sendiri
sempat berusaha meraih ceruk pembaca di Jawa Barat, terutama Bandung, dengan
mendirikan biro Jabar. Sayang, pada
akhirnya mereka harus rela menutup bironya. Mungkin karena tak kuat meladeni
persaingan dengan koran-koran setempat.
Untuk kelas yang lebih merakyat
juga telah terisi beberapa koran lokal. Dari pengamatan saya sudah ada Tribun
Jabar (milik Kompas), Galamedia (miliki Pikiran Rakyat), dan Bandung
Ekspress (milik Jawa Pos Group) yang sudah meramaikan bisnis koran kota
Bandung. Tanpa kehadiran Inilah Koran,
persaingan koran di Bandung saja sudah
cukup sengit, apalagi ditambah dengan koran baru. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari loper tempat saya mendapatkan Inilah Koran, beberapa koran lokal sudah berancang-ancang
mengantisipasi persaingan yang kian sengit dengan mengotak-atik
harganya. Tribun Jabar yang awalnya
berencana menaikkan harga mendengar ada koran saingan yang akan hadir mengurungkan
niatnya. Mereka akhirnya batal menaikkan harga. Begitu juga dengan Galamedia yang bahkan rela menurunkan harganya dari Rp 1500 menjadi
Rp 1000 demi mengantisipasi persaingan yang menunggu.
Saya tak tahu hitung-hitungan bisnis yang dipikirkan
oleh Inilah Media Group, tapi yang jelas menerbitkan satu koran itu butuh biaya
dan sumber daya yang sangat besar. Belum lagi jika harus memperhitungkan
persaingan dengan yang bukan media online
alias media cetak lainnya.
Jadi apa koran ini akan bertahan? Saya bukan peramal. Saya juga belum pernah berbisnis koran. Jadi saya tak mau sok tahu. Ah, biar waktu saja yang menjawab.
Bandung, November 2011
No comments:
Post a Comment