SATU hari seorang mahasiswi Jepang yang sedang studi di Jakarta menuliskan sepucuk surat* kepada dosennya. Dalam surat itu, ia menumpahkan keluh kesahnya ketika menunggu bus transjakarta. Walau ditulis dengan pilihan kata yang terkadang lucu, pembacanya pasti langsung paham kekesalan seorang warga asing yang harus bergantung dengan sistem transportasi jakarta.
Suatu malam Ayumi Ogura, seorang Nona Jepang yang kuliah di salah satu Universitas Negeri di Jakarta, menunggu bus Transjakarta di Halte Dukuh Atas. Ia hendak menaiki bus transjakarta yang melewati TU Gas. Ketika menunggu ada banyak bus Transjakarta yang datang. Pertama bus jurusan Ragunan. Lalu Pulogadung. Kemudian Ragunan. Ragunan lagi. Pulogadung lagi. Masih Pulogadung. Dan akhirnya Pulogadung, namun tak satupun yang menuju TU Gas.
Hampir satu jam ia di halte, bus yang ditunggu tak kunjung tiba. Penumpang yang menunggu semakin banyak. Semua orang, termasuk Nona Ogura mulai lelah menunggu. Akhirnya pada pukul 09.30, tepat satu jam sejak ia tiba di Halte, bus bertuliskan 'TU Gas' tiba juga. Sayang, ketika semua penumpang naik, petugas di dalam justru berseru, “pulogadung-pulogadung”.
Para penumpang yang semula senang, mendadak bingung, kemudian berubah kesal. Salah seorang Ibu bahkan menumpahkan kemarahanya kepada petugas, “Udah 1 jam lebih kok nggak datang-datang juga? Kita udah mau pingsan nih, Mas!".
Lalu, terjadilah adu mulut antara penumpang yang sudah tidak sabar dengan petugas yang keras kepala.
“Ayo, naik aja!!! Ke TU Gas aja udah!”, ujar Ibu tadi memprovokasi penumpang lain.
“Pulogadung! Ini ke Pulogadung!”, petugas itu berkeras, tak membiarkan kewenangannya dilawan oleh seorang Ibu-ibu.
Puncaknya, karena tidak tahan keadaan itu, Si Ibu akhirnya mengumpat, “Anjing!!! Gila!". Entah siapa yang ia umpat.
Petugas itu berusaha menenangkan Si Ibu dan penumpang lain sembari mengatakan, “Sabar, Bu. Sabar. Tunggu dua bis lagi. Tunggu sebentar aja".
Dia lantas menyuruh semua penumpang turun. Dengan berat hati, para yang tak berdaya akhirnya turun, lalu menunggu lagi sembari memandang bus itu berlalu.
Nona Ogura tak bisa menutupi kekesalannya gara-gara peristiwa malam itu. Saking kesal dengan bus Transjakarta ia berani mengatakan, “Saya benar-benar benci dengan transportasi di Jakarta”.
Jakarta, 2011
* Kisah Nona Ogura diatas saya ceritakan ulang berdasarkan surat yang ia tuliskan kepada Dosen Bahasa Indonesia-nya Bapak Irsyad Ridho. Karena tersentuh dengan surat Nona Ogura, Pak Ridho juga membuatkan sebuah video berdasarkan surat itu. Surat lengkap Nona Ogura dan video bisa dilihat disini.
No comments:
Post a Comment